“Cal” panggil Natasha terengah-engah.
“Naufal dia........” ucapnya masih terengah-engah.
“Naufal kenapa?” tanya Callista panik.
“Naufal dia tadi jalan sama cewek” ucap Natasha hati-hati.
“Jadi, dia putusin gue karena punya cewek lain? Siapa ceweknya?” Natasha diam.
“Loe pengen tau Cal?” tanya Natasha. Callista mengangguk.
“Gak akan nyesel kalo gue kasih tau?” tanyanya.
“Engga. Cepet kasih tau aja deh” kata Callista tidak sabaran.
“Dia jalan sama cewek. Cewek itu……..” Natasha tidak melanjutkan dia melihat ekspresi wajah Callista.
“Siapa?”
“Cewek itu neneknya” ucap Natasha cepat lalu meninggalkan Callista.
“Sialan. Udah tau gue baru putus malah dikerjain. Natasha tunggu aja pembalasan gue” gumam Callista.
“Cal, dipanggil mama tuh” kata Natasha. Callista menghampiri ibunya. Diruang tamu lengkap ada ayah, ibu dan juga Natasha.
“Ada apa ini?” tanya Callista. Semuanya diam. Mereka saling melempar pandangan. Callista semakin tidak mengerti.
“Naufal, dia masuk rumah sakit” kata Natasha hati-hati. Callista diam dia lalu tertawa.
“Oke. Kak, sekarang gue gak bakalan kena jebakan loe lagi” semua hanya menatap Callista dengan bingung. Natasha hanya menunduk.
“Cal, kita ke rumah sakit yuk. Jenguk Naufal” ajak Ibu Callista.
“Jadi, Naufal beneran sakit?” tanya Callista. Kali ini ayah Callista yang menjawab.
“Iya” lalu hening.
“Tolong cerita apa yang sebenarnya terjadi” pinta Callista. Mereka saling melempar pandangan.
“Jadi sebenarnya tadi gue mau ngasih tau ini. Cuman gue nggak bisa
ngomong ini sendiri sama loe Cal” ucap Natasha berbelit-belit. Tetapi
Callista tetap mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut Natasha.
“Ada alasan kenapa Naufal putusin loe. Saat dia pulang dia pingsan. Tapi dia gak bangun-bangun….”
“Dia meninggal?” tanya Callista kaget. Natasha menggeleng.
“Dia koma. Gue nggak tahu apa-apa tentang penyakitnya” hening. Air mata Callista mulai jatuh.
Callista melihat Naufal yang tak berdaya. Alat-alat medis memenuhi
tubuhnya. Callista tak menyangka pacarnya lebih tepat mantan pacarnya
ini mempunyai penyakit yang parah. Callista tadi bertemu dengan ibu
Naufal ternyata beliau bukanlah ibu kandungnya.
Beliau hanyalah ibu tiri Naufal. Ibu Naufal meninggal dunia karena
penyakit yang dideritanya. Penyakit tersebut penyakit yang sama dengan
yang Naufal derita saat ini. Ternyata Naufal sudah menderita penyakit
ini sejak dulu. Hanya saja satu tahun kebelakang penyakitnya semakin
menjadi.
Callista tak kuasa menahan air matanya. Andaikan saja dulu dia tahu
keadaan Naufal yang sebenarnya mungkin Callista akan lebih menghabiskan
waktunya bersama Naufal. Callista memegang tangan Naufal dengan kedua
tangannya. Melihat wajah Naufal yang begitu tenang walaupun Callista
tahu sebenarnya Naufal sedang melawan rasa sakitnya.
“Aku mohon bertahanlah” ucap Callista lirih.
“Please, survive for me” tetapi yang diajak bicara hanya diam saja.
Callista tahu Naufal tidak akan menjawabnya. Callista hanya berdoa agar
keajaiban datang dan membuat Naufal bisa menjawabnya. Ternyata sedari
tadi Natasha memperhatikannya. Natasha ikut sedih melihat adiknya
seperti ini. Natasha ingin sekali menghibur Callista dia tidak tahu
bagaimana caranya.
“Cal, kita pulang yuk. Ini udah malem besok kamu harus sekolah” kata Natasha penuh dengan perhatian.
“Tapi kak…” Natasha hanya tersenyum dan menuntun Callista keluar dari ruangan.
Saat diperjalan pulang bahkan dirumah Callista tidak berkata apa-apa.
Dia hanya melamun memikirkan keadaan Naufal. Ia ingin tetap berada
disamping Naufal. Callista tidak peduli meskipun dia sudah putus dengan
Naufal tetapi dia masih mencintainya. Callista juga yakin bahwa Naufal
sebaliknya.
Saat Callista member kabar ini pada the boys mereka langsung ingin
segera ke Indonesia. Mereka ingin melihat keadaan Naufal bagaimana pun
juga the boys sudah menganggap Naufal sebagai teman mereka. Callista
sekarang sedang menunggu the boys dibandara. Mereka ke Indonesia selain
untuk menjenguk Naufal karena mereka juga ingin berlibur. Sebenarnya
Callista agak bingung mereka bersedih dan bersenang-senang di Indonesia.
Itu mereka sudah lama Callista tidak melihat mereka. Entahlah apa hanya
perasaannya saja atau memang the boys semakin lama semakin menarik.
Callista segera menghampiri mereka. Memeluk mereka satu persatu.
“How are you guys?” tanya Callista.
“Yeah. You can see we’re fine but our job yeah you know we’re bussy concert, record album” kata Liam.
Callista tidak bisa berhenti tersenyum. Apalagi selama beberapa hari ini
bahkan Callista tidak ingat kapan terakhir dia tersenyum.
Callista melihat ke arah Niall. Jujur, Callista benar-benar merindukan
Niall. Callista rindu melihat Niall makan, bercanda bahkan kentutnya
sekalipun. Tetapi sedari tadi Niall hanya tersenyum pada Callista. Niall
lebih banyak diam dari pada biasanya. Callista hanya mengantar the boys
sampai ke hotel. Mereka bilang mereka masih jetlegged sehingga
menjenguk Naufal mereka akan lakukan besok sore.
Hari ini adalah hari yang tidak ingin Callista inginkan. Callista tahu
suatu saat hal ini akan terjadi tetapi dia tidak mengira akan secepat
ini. Saat pulang sekolah Callista mendapat kabar Naufal kritis. Tanpa
berpikir lagi Callista langsung menuju rumah sakit. Disana keluarga
Naufal dan keluarga Callista berkumpul bahkan the boys juga ada disana.
“Naufal, baik-baik aja kan?” tanya Callista panik. Tak ada yang menjawab
semua hanya menatap Callista dengan wajah yang panik. Callista menjadi
semakin panik. Harry menghampiri Callita dan memeluknya. Callista hanya
menangis dipelukan Harry.
“Shhh. He’ll safe and sound” kata Harry mencoba menenangkan Callista.
Dokter keluar dari ruangan Naufal. Callista tidak ingin mendengar apapun
yang dikatakan dokter itu. Callista tidak siap jika yang dikatakan
dokter adalah hal yang buruk. Callista menutup kedua telinganya. Tetapi
sepertinya memang itulah yang dikatakan dokter meskipun Callista tidak
mendengar apa yang dikatakannya tetapi tanpa penjelasan Callista sudah
tahu apa yang terjadi. Callista melihat ibu Naufal yang pingsan.
Callista harus menerima kenyataan bahwa yang berada diruang ICU hanya
jasad Naufal. Tiba-tiba saja Callista merasa semua menjadi gelap dan dia
tidak ingat apa-apa lagi.
Callista melihat pantulan dirinya dicermin betapa mengerikan dirinya.
Mata yang sembab karena menangis. Dia masih tidak bisa menerima
kenyataan bahwa Naufal sudah meninggalkannya untuk selamanya. Sekarang,
tidak ada lagi canda, gombal, kejutan dari Naufal. Callista berjanji
pada dirinya akan mengingat apa yang telah dilaluinya bersama Naufal.
Tak ada yang bisa dia lupakan sedikitpun.
Callista mengikuti acara pemakaman dengan khidmat. Selama acara
pemakaman dia tidak bisa menahan air matanya agar tidak keluar. Saat
pemakaman Niall selalu berada disampingnya. Niall yang menghapus air
mata Callista. Niall yang memeluk Callista saat Callista membutuhkan
sebuah pelukan. Niall selalu ada untuk Callista. Callista juga tak lupa
untuk menenangkan ibu Naufal. Callista sudah dekat dengan ibu Naufal.
Setelah acara pemakaman selesai Niall ikut kerumah Callista. Niall
bilang dia ingin bersama Callista sampai Callista bisa tersenyum
kembali. Niall tidak mau melihat Callista yang masih seperti ini.
Setidaknya Niall hanya ingin melihat Callista tersenyum. Melihat
Callista seperti ini juga membuat Niall sakit. Dia tidak mau orang yang
dicintainya bersedih seperti ini dan juga Niall sadar bahwa Callista
lebih mencintai Naufal dari pada dia. Meskipun begitu tak sedikit pun
perasaannya pada Callista berkurang.
“Are you thirsty?” tanya Niall. Callista menggeleng. Tetapi Niall tetap membawakan Callista minum.
“Cal, I want tell you something” kata Niall. Callista hanya menatap Niall.
“Go ahead”
“I know this is’nt the right time. But, I can wait any longer” Callista menatap Niall bingung.
“Naufal gave me this for you” Niall mengambil sebuah boneka panda
berukuran sedang dari dalam tasnya. Callista menerimanya memeluk
bonekanya. Saat dipeluk tiba-tiba saja boneka itu mengeluarkan suara.
“Hello Callista” suara ini Callista jelas-jelas mengenal suara ini.
“Nau…Naufal” gumam Callista.
“Apa kabar? Aku harap kamu baik-baik disana. Kalau kamu udah nerima
boneka ini berarti aku udah gak ada didunia lagi…” Callista menelan
ludahnya dengan susah payah.
“Sebelumnya aku minta maaf. Aku ingin kasih tahu kamu dari dulu tapi
entahlah aku gak punya keberanian buat kasih tahu kamu. Callista, I just
wish you knew I was so in love with you” terdengar suara Naufal yang
ketir sepertinya saat merekam ini Naufal menangis. Callista dia menangis
kembali. Tapi dari mana Niall tahu ini?
“So, you’ve already known about this. Why you didn’t tell me?” Niall diam tak menjawab Callista.
“Answer Niall” perintah Callista. Niall tetap diam.
“Niall why you do that to me?!” teriak Callista sambil menangis. Niall
hanya diam dan menunduk terlihat dari wajahnya dia merasa sangat
bersalah. Callista ikut diam.
“I’m disappointed” kata Callista yang sudah bisa mengatur emosinya.
Niall hendak memeluk Callista tetapi Callista menghindar. Mata Niall
melebar ia tampaknya sangat kaget.
“Don’t!!” ucap Callista terengah-engah. “Ever meet me again” bentak Callista dan meninggalkan Niall.
Entahlah tapi ini seperti de javu. Callista tidak menyagka jadi selama
ini Niall merahasiakan ini. Bagaimana bisa? Callista sudah percaya
padanya. Pantas saja saat Callista memberi tahu the boys mengenai Naufal
yang sedang koma. Tidak ada respon dari Niall. Beda seperti the boys
yang lain mereka nampak kaget.
Callista meraih iPod miliknya ia sadar tidak bagus jika dia
berlarut-larut dalam kesedihan seperti ini. Dia memilih lagu secara
random. Dia memilih lagu rock agar dia tidak bergalau dan juga mungkin
dia bisa melupakan kejadian-kejadian ini. Untuk beberapa lagu Callista
menikmatinya bahkan dia ikut bernyanyi mengikuti lagu. Kebiasaan
Callista saat memutar playlist dia suka untuk memutarnya secara acak.
Sekarang lagu yang tak diinginkannya untuk didengar terputar. Saat
mendengar intro dari lagu tersebut saja Callista sudah berurai air mata.
Shut the door, turn the light off
I wanna be with you
I wanna feel your love
I wanna lay beside you
I cannot hide this even though I try
Heart beats harder
Time escapes me
Trembling hands touch skin
It makes this harder
And the tears stream down my face
If we could only have this life for one more day
If we could only turn back time
Callista belum selesai mendengerkan lagu tersebut. Dia membanting iPod
ketempat tidurnya. Mengapa disaat seperti ini lagu moments yang
didengarkannya. Callista duduk dan memeluk kedua lututnya. Callista
sekarang tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Callista benar-benar
kecewa pada Niall. Mengapa dia tidak memberitahu Callista. Callista
yakin Niall sudah tahu ini semenjak Naufal di London. Callista tahu
mungkin saja Naufal yang meminta Niall merahasiakan ini tetapi sungguh
Callista ingin tahu mengenai ini semua dari awal.
1 tahun kemudian.
Semenjak kejadian itu Callista sama sekali tidak berhubungan dengan
Niall. Bahkan saat the boys kembali ke bandara Callista tidak mengantar
mereka. Callista masih marah saat itu. Callista juga mendengar bahwa
ternyata sekarang Niall kembali pada Annete. Callista tahu itu sangat
kekanak-kanakan tetapi hei masalah penyakit Naufal itu masalah yang
serius. Callista seharusnya tahu itu. Hari ini satu tahun kematian
Naufal. Callista mengingat-ingat kebersamaannya bersama Naufal.
Callista melihat sekeliling kamarnya. Masih tetap seperti satu tahun
yang lalu. Callista melihat ke meja belajarnya dan melihat scrapbook
(baca part 9) yang Naufal berikan pada saat ulang tahun Callista.
Callista membuka kembali lembaran scrapbook itu. Dulu saat dia membuka
scrapbook itu Callista tak bisa berhenti tersenyum sekarang pun tetap
seperti itu. Callista merasa beruntung sekali pernah mempunyai Naufal
sebagai pacarnya. Saat Callista membaca scrapbook saat bagian.
“Cal, sometimes I think I wanna go to future to see what happen to us.
You’ll be my wife. I’ll be your husband. We’ll have cute son and cute
daughters. We’ll live happily”. Ternyata Callista baru sadar ada tulisan
kecil disitu. Tulisan tersebut berisi “but, I know it wouldn’t happen”
Callista menutup mulutnya. jadi selama ini Naufal telah memberi petunjuk
pada Callista mengenai keadaannya.
1 tahun kemudian.
Udara London masih sama seperti 2 tahun lalu. Callista kembali ke
London. Dia mendapat beasiswa untuk kuliah disalah satu Universitas di
London. Callista senang bukan main saat tahu itu. Ternyata usahanya
tidak sia-sia. Setidaknya dia menepati janjinya pada Niall untuk kembali
ke London (baca part 29). Sebenarnya Callista sudah tidak marah lagi
pada Niall. Dia ingin sekali memberitahu Niall bahwa sekarang dia ada di
London. Dia sudah menepati janjinya.
Callista mengirim pesan pada Liam. Dia berharap bahwa nomor ponsel Liam masih tetap sama seperti dulu.
To: Liam
Hi, Liam. Do you remember me? I’m Callista. I’m in London now. I wanna meet the boys.
3 jam kemudian baru ada balasan dari Liam.
From: Liam
Cal, where’ve you been? Why you didn’t contact us? Tonight you can come here. We held a party.
Callista agak ragu untuk datang tetapi akhirnya dia datang juga.
Callista ingin minta maaf pada Niall dan juga jujur dia rindu pada the
boys apalagi Niall. Callista sudah sampai dan disini sudah cukup ramai.
Callista mengirim pesan pada Liam bahwa dia sudah sampai. Callista
menunggu Liam didekat bar. Sebenarnya Callista ingin mencari the boys
tetapi dia ingin memberi kejutan pada the boys.
Saat Callista melihat kea rah kanan. Dia melihat seperti Niall. Benar
itu memang Niall. Sudah lama sekali Niall dia nampak baik-baik saja dan
juga semakin tampan. Liam masih belum datang. Callista tidak bisa
menghindari pandangannya pada Niall. Tetapi Niall sedang berada bersama
seorang perempuan dan nampaknya Niall sedang mabuk. Liam masih belum
menampakkan batang hidungnya. Callista berencana untuk menyapa Niall
tetapi tiba-tiba saja perempuan yang bersama Niall mencium Niall.
Callista kaget bukan main. Sebenarnya dia berharap Niall menunggunya
selama 2 tahun. Tetapi ini balasan Niall.
Callista mengerti dia seharusnya tidak berharap lebih apalagi berharap
pada seorang Niall Horan. Baru saja berniat untuk pulang ke flat
miliknya. Liam datang tetapi suasana hati Callista benar-benar sedang
buruk jika dia harus bertemu Niall dan melihatnya bercumbu dengan
perempuan lain.
Callista kembali ke flatnya. Saat diflat dia menuju balkon dan melihat
pemadangan kota London pada malam hari ia juga menyadari kesalahannya.
Dia seharusnya tidak begitu pada Niall. Sekarang Callista sudah lebih
dewasa dia menyadari kesalahannya saat dulu. Callista meratapi hidupnya
dulu Niall mengejar-ngejar Callista tetapi Callista lebih memilih
Naufal. Naufal meninggalkannya untuk selamanya dan sekarang Niall
mengabaikannya. Tuhan memang adil. Mungkin ini karma baginya. Tiba-tiba
saja pandangannya kabur.
“Cal…Callista bangun” seseorang menepuk-nepuk pipi Callista. Callista
membuka matanya dan sadar dia sedang tidak berada disebuah flat.
“Naya? Kok loe ada disini?” tanya Callista bingung.
“Dari tadi juga gue disini. Loe itu tidur dari tadi ya ampun gue kira
loe itu mati bukan tidur. Kita udah sampai London” kata Naya tak
berhenti. Callista semakin bingung.
“Bukannya emang gue kuliah di London?” tanya Callista. Naya hanya tertawa.
“Lucu banget sih loe Cal. Kita disini buat student exchange bukan buat
kuliah. Kuliah masih 2 tahun lagi” Callista diam dia masih tidak
mengerti.
“Naufal? Naufal dia masih hidup?” tanya Callista. Sekali lagi Naya tertawa.
“Iya. Dia masih hidup tuh orangnya” tunjuk Naya pada kursi seberang.
“Kok loe tiba-tiba nanyain Naufal masih hidup sih? Loe masih suka sama
dia? Cal, Naufal lupain aja loe udah 4 tahun suka sama dia. Gue tahu dia
juga suka sama loe juga tapi selama 4 tahun Naufal gak nembak loe Cal”
Callista diam. Dia berusaha mencerana apa yang terjadi. Jadi selama ini
dia hanya bermimpi mengenai dia berpacaran dengan Naufal, Niall.
Semuanya hanya mimpi tapi mengapa terasa begitu nyata. Callista
benar-benar tidak mengerti.
Sekarang Callista sudah sampai dibandara di London. Entahlah bahkan
bandara ini sudah taka sing lagi baginya. Padahal ini pertama kalinya
dia disini. Saat sampai dibandara Callista tidak kuat untuk menahan
buang air sepertinya dari tadi belum buang air. Dia permisi untuk ke
toilet dan Bu Raya bilang tidak boleh dari 5 menit. Dia sudah berada
lima menit ditoilet padahal Bu Raya bilang dia tidak boleh lebih dari 5
menit. Callista menuju ke tempat rombongannya.
Callista berlari menuju tempat asalnya tersebut. Tetapi dia melihat ada
sebuah kerumunan. Apa lagi? Rutuk Callista dalam hati. Callista
menerobos keremunan tersebut dan bug. Dia jatuh terpental karena
menabrak seseorang.
“Ah” erang Callista.
“Sorry, are you okay?” tanya seorang laki-laki yang berambut pirang.
Ini seperti de javu baginya.
min ,,, pleaseee lanjutttttt please pleaseee
BalasHapusmimpinya panjang bener min
BalasHapusEnding ya min? Ah gak mau tau, lanjut min pleaseee:(
BalasHapuslanjutin min pleaseeeeee, aku baru baca hehe
BalasHapusakhirnya ketemu lagi sama blog ini setelah 2 tahun aku kehilangan jejak makasih mimi yang udah bikin dan ngepost cerita ini,,, laafyou min suersumpahlaybiarindahyangpentinglovebangetsamaceritainiweessbhaayythankssvmuch :* :* :*
BalasHapus